Siapa di Balik Peredaran Rokok Ilegal HD, T3, dan OFO Tanpa Cukai? Mafia Batam Diduga Jadi Aktor Besar

Avatar photo

Daulatkepri.com] Fenomena peredaran rokok ilegal tanpa pita cukai kini menjadi sorotan tajam di Kepulauan Riau (Kepri). Di lapangan, merek-merek seperti HD, T3, dan OFO semakin mudah ditemukan, bahkan distribusinya meluas hingga ke luar provinsi. Pertanyaan besar pun muncul: siapa sebenarnya kekuatan besar yang melindungi bisnis gelap bernilai miliaran rupiah ini?

Meski aparat penegak hukum dan Bea Cukai kerap mengklaim melakukan razia, yang tersentuh justru hanya para pedagang kecil, kurir, atau gudang penyimpanan skala menengah. Sementara itu, aktor intelektual—para pemodal besar dan pemilik pabrik—tetap tak tersentuh hukum, seolah-olah kebal dari jeratan pidana.

Hukum Ompong, Mafia Tertawa

Situasi ini memunculkan kecurigaan publik bahwa ada “permainan” di balik lemahnya penegakan hukum. Banyak warga Batam bertanya-tanya, apakah aparat benar-benar tidak mampu menghadapi mafia besar, atau ada kepentingan lain yang membuat mereka seolah tutup mata?

“Yang kecil ditangkap, yang besar dibiarkan. Kalau begini terus, kapan masalah rokok ilegal selesai? Negara rugi, rakyat dirugikan, tapi mafia tetap kaya,” ujar seorang tokoh masyarakat Batam yang enggan disebutkan namanya.

Kepri, khususnya Batam, sejak lama dikenal sebagai jalur strategis penyelundupan barang ilegal. Dari mafia lahan, mafia pangan, mafia mobil selundupan, hingga mafia rokok ilegal—semuanya dianggap “paket lengkap” yang bercokol di wilayah ini. Pola lama yang terus berulang tanpa ada solusi nyata menegaskan dugaan adanya jaringan terstruktur yang mengendalikan bisnis kotor ini.

Negara Rugi Triliunan, Mafia Panen Untung

Rokok tanpa pita cukai tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga menimbulkan kerugian masif bagi keuangan negara. Setiap batang yang beredar tanpa cukai berarti hilangnya potensi pajak yang seharusnya masuk ke kas negara.

Jika ditotal dari volume peredaran di Batam dan distribusi keluar daerah, potensi kerugian bisa mencapai triliunan rupiah per tahun. Ironisnya, kerugian negara itu justru menjadi keuntungan besar bagi mafia rokok ilegal yang menikmati celah lemahnya pengawasan.

Desakan Publik: Tangkap Bos Besar, Bukan Kuli Lapangan!

Gelombang desakan publik makin keras. Masyarakat meminta aparat penegak hukum—khususnya Bea Cukai Batam, Kepolisian, dan aparat terkait—untuk serius menindak tegas para pemodal besar di balik HD, T3, dan OFO.

“Kalau aparat hanya berani menindak ‘ikan teri’ di lapangan, sementara ‘hiu besar’ dibiarkan bebas, jangan salahkan rakyat kalau menilai hukum kita tumpul ke atas,” kata seorang aktivis anti-rokok ilegal di Batam.

Kritik tajam juga diarahkan pada Bea Cukai Batam, yang dinilai tidak efektif dalam pengawasan. Padahal, lembaga ini memiliki kewenangan penuh dalam mengontrol barang kena cukai. Pertanyaannya: apakah kelemahan ini murni faktor keterbatasan, atau ada “oknum” yang bermain di dalam sistem?

Ujian Serius bagi Aparat Penegak Hukum

Kasus rokok ilegal bukan sekadar masalah ekonomi, melainkan juga menyangkut wibawa hukum di Indonesia. Jika mafia besar tetap tak tersentuh, publik akan semakin kehilangan kepercayaan terhadap aparat penegak hukum.

Batam kini menjadi panggung ujian serius: beranikah aparat membongkar aktor besar di balik bisnis gelap ini, atau justru membiarkan mereka tetap tertawa bebas sambil meraup keuntungan miliaran?

Jawabannya ada di tangan aparat. Jika mereka berani menindak tegas hingga ke akar, publik akan percaya bahwa hukum benar-benar tegak. Namun jika hanya menyasar level kecil, publik akan semakin yakin bahwa mafia besar rokok ilegal memang dilindungi oleh kekuatan besar yang sulit disentuh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *