Tudingan BP Batam Purajaya Diberikan Kesempatan Perpanjang UWT Tapi Tidak Dilakukan Adalah Fitnah
Daulatkepri.com] Direktur PT Dani Tasha Lestari (DTL) menyatakan pihaknya tidak menerima tudingan Badan Pengusahaan (BP) Batam yang selalu menyebar berita bohong atau hoax yang menyebut PT DTL tidak memanfaatkan kesempatan memperpanjang UWT Hotel Purajaya. Faktanya, PT DTL sudah beberapa kali memohon perpanjangan tetapi selalu ditolak.
”Tidak benar PT DTL tidak memanfaatkan kesempatan memperpanjang alokasi lahan Hotel Purajaya. Kami telah berupaya memohon dan bahkan menyamaian presentasi bisnis di hadapan pejabat BP Batam. Kemudian kami susul dengan surat dan pengajuan perpanjangan UWT, tetapi BP Batam tidak memberi kesempatan perpanjangan alokasi lahan,” kata Direktur DTL, Megat Rury Afriansyah, Minggu, 22/6/2025.
Karena itu, tegas Rury Afriansyah, meminta pejabat BP Batam tidak terus-menerus membuat narasi menyesatkan dengan menyebut BP Batam telah memberi kesempatan memperpanjang alokasi, dan kami yang tidak memanfaatkan. ”Kami memiliki bukti pengajuan faktur UWT yang didahului sederet usaha memperpanjang UWT. Tetapi akhirnya BP Batam menutup kesempatan itu, meski kami hanya terlambat 11 bulan,” kata Rury Afriansyah.
Penegasan itu disampaikan Direktur PT DTL, menyusul pernyataan Kepala Biro Hukum, Alex Sumarna, saat mengikuti Seminar Diskusi Publik bertajuk: Efektifitas Pengakhiran dan Pembatalan Alokasi Lahan di Batam, yang diselenggarakan Universitas Internasional, Batam, 21/6/2025. Dalam seminar itu, hadir pembicara Utama Kurnia Warman, Guru Besar Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang.
Dalam pemaparan materi Tanah Hak Pengelolaan Sebagai Barang Milik Negara Dalam Penyelenggaraan Pemerintah, Kurnia Warman menyebut HPL adalah bagian dari hak menguasai negara yang pelaksanaannya diserahkan kepada pemegang haknya. Isinya: termasuk menyerahkan bagian-bagiannya kepada pihak ketiga dgn hak atas tanah tertentu berdasarkan penjanjianpenyerahan pemanfaatan tanah.
Kewenangan Pemegang HPL, dalam hal ini BP Batam, sesuai dengan pasal 7 Peraturan Pemerintah PP nomor 18 tahun 2021, adalah: a. Menyusun rencana peruntukan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sesuai dengan rencana tata ruang; b. Menggunakan dan memanfaatkan seluruh atau sebagian tanah Hak
Pengelolaan untuk digunakan sendiri atau dikerjasamakan dengan pihak lain; c. Menentukan tarif dan/atau uang wajib tahunan dari pihak lain sesuai dengan
perjanjian.
Dasar hukum PP itu tidak menjelaskan kewenangan membatalkan hak pengguna yang masih berkeinginan melanjutkan memanfaatkan lahan. Sebab lahan di Pulau Batam disebut dengan Government Land sebagai Barang Milik Negara atau Milik Daerah, bukan Tanah Negara (State Land). Unsur pemanfaatan terdiri dari beberapa pihak, kecuali menyipang dari perjanjian, tidak bisa dibatalkan sepihak.
Dalam kesempatan itu, menjawab sejumlah pertanyaan peserta, Alex Sumarna menyebut BP Batam tetap bersikukuh pihak Hotel Purajaya telah diberi kesempatan memperpanjang alokasi lahan, tetapi tidak dilakukan. Akibatnya, kata Alex Sumarna, BP Batam memberikan lahan Hotel Purajaya ke pihak ketiga untuk dibangun. Perihal bangunan, menurutnya Alex Sumarna, melekat dengan perjanjian, sebab dalam isi perjanjian bangunan melekat dengan tanah.
Ketika dikonfirmasi kepada Alex Sumarna, dia membernarkan penjelasannya di seminar yang diselenggarakan UIB pada 21/6/2025. ”Tentang bangunan sudah diperjanjikan dalam perjanjian pemanfatan tanahnya. Semua keberatan PT DTL, termasuk keberatan alokasi lahannya tidak diperpanjang, semuanya sudah disampaikan oleh PT DTL dalam gugatannya ke pengadilan dan telah diuji dalam persidangan pengadilan. Berdasarkan putusan pengadilan hingga putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht), gugatan PT DTL ditolak sehingga BP Batam menang,” jelas Alex Sumarna kepada wartawan lewat pesan tertulis.
Penjelasan itu, kata Rury Afriansyah tidak sesuai dengan fakta. Sebab PT DTL telah menyampaikan Surat Permohonan Perpanjangan UWT pada 22 Agustus 2019 dan 29 Agustus 2019. Permohonan pertama ditujukan kepada Deputi Bidang Pengusahaan Sarana Usaha BP Batam, dan permohonan kedua disampaikan kepada Kepala Kantor Pengelolaan Lahan BP Batam.
Kedua surat itu telah dilengkapi dengan Surat Permohonan, foto copy KTP, Surat Pernyataan, foto copy UWTO 30 tahun sebelumnya, foto copy Penetapan Lokasi (PL), foto copy Surat Perjanjian (SPJ) dan Surat Keputusan Pengalokasian Lahan (SKEP), Surat Izin Membangun dan foto bangunan, foco copy IPH dan Faktur 2,5%, dan foto copy Sertifikat tanah. Kemudian, pada tanggal 5 September 2019, berkas permohonan itu telah diunggah (upload) ke sistim pendaftaran pertanahan di bawah Kepala Kantor Pengelolaan Lahan di Bawah Deputi Bidang Pengusahaan Sarana Usaha yang dikendalikan langsung Kepala BP Batam.
Sayangnya, permohonan itu dibatalkan oleh Kepala BP Batam melalui Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Pembatalan itu disampaikan pada 30 September 2019, sehari setelah pelantikan Wali Kota Batam, Muhammad Rudi, sebagai Ex Officio Kepala BP Batam di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian RI, yang ketika itu dijabat oleh Darmin Nasution.
Bukti itu, menurut Rury Afriansyah, menunjukkan bahwa bukan PT DTL yang tidak memanfaatkan kesempatan untuk memperpanjang alokasi tanah. ”Kami sedang membahas masalah (pernyataan BP Batam yang menyebut PT DTL tidak memanfaatkan kesempatan untuk memperpanjang alokasi ahan) ini, untuk kami bawa secara hukum, karena pernyataan tersebut merupakan fitnah dan bohohng atau hoax,” pungkas Rury Afriansyah.
Redaksi.