Daulatkepri.Com] Batam -Gelombang tekanan sosial dan intimidasi halus kini tengah melanda sejumlah pihak yang berani menyoroti maraknya praktik ilegal di wilayah Kepulauan Riau, Fenomena ini memunculkan istilah baru di kalangan warga: “Humas Mafia Ilegal” sekelompok orang yang disebut-sebut menjadi perpanjangan tangan para pelaku bisnis gelap untuk mengatur opini publik dan membungkam suara-suara yang menuntut keadilan.
Mereka tidak tampil sebagai preman atau tokoh kekerasan. Sebaliknya, sebagian justru dikenal sebagai figur sosial, tokoh masyarakat, bahkan orang-orang yang disegani di lingkungannya. Namun di balik tutur halus dan senyum diplomatis, mereka membawa satu misi: menjaga agar tidak ada yang mengganggu kenyamanan bisnis ilegal yang sedang berjalan.
“Turun Gunung” Saat Suara Kebenaran Mulai Terdengar
Beberapa sumber di lapangan mengungkap, pola gerak mereka terkoordinasi dengan baik. Ketika ada pihak yang mulai vokal mengkritik praktik penyelundupan atau meminta aparat menindak tegas pelaku, tiba-tiba muncul orang-orang yang datang “menenangkan keadaan”.
Kalimatnya halus, tapi pesannya tegas: jangan bicara terlalu jauh, nanti repot sendiri.
Fenomena ini membuat banyak pihak menilai bahwa jaringan mafia ilegal sudah berkembang menjadi kekuatan sosial bawah tanah yang memiliki sistem komunikasi rapi dan terencana. Mereka tidak hanya menjaga distribusi barang, tetapi juga menjaga ketenangan informasi memastikan tidak ada suara yang bisa mengancam kelangsungan bisnis mereka.

Jaringan “Bayangan” yang Bekerja dengan Senyap
Dalam praktiknya, para “humas bayangan” ini berperan layaknya agen pengendali opini. Mereka memantau percakapan publik, mengawasi postingan di media sosial, bahkan mengintervensi narasi di tingkat masyarakat kecil.
Kalau ada warga yang bicara soal rokok ilegal, pasti ada yang datang ngajak ngopi. Ngobrolnya santai, tapi arahnya jelas: jangan ikut-ikut urusan itu.
Di beberapa wilayah, muncul indikasi bahwa kelompok ini memiliki koneksi hingga ke pihak-pihak tertentu yang diduga memberi perlindungan tidak langsung. Mereka tahu kapan aparat bergerak, tahu kapan harus berhenti beroperasi, dan tahu bagaimana mengembalikan situasi seolah tidak terjadi apa-apa.
Sistem seperti ini menunjukkan bahwa mafia ilegal bukan lagi sekadar jaringan ekonomi hitam, melainkan telah membentuk ekosistem sosial tersendiri dengan loyalitas, peran, dan struktur komunikasi yang sulit ditembus.
Uang, Pengaruh, dan Ketakutan: Tiga Pilar Pertahanan Mafia
Para pengamat kebijakan publik menilai, kekuatan jaringan ini tidak hanya terletak pada uang hasil bisnis ilegal, tetapi juga pada kemampuan mereka membeli pengaruh dan menanamkan rasa takut.
Ketika kejahatan sudah bisa menciptakan ketenangan semu, itu artinya mereka sudah berhasil menguasai bukan hanya pasar, tapi juga pikiran masyarakat.
Bentuk tekanan yang dilakukan pun beragam: mulai dari pendekatan sosial, pengucilan terhadap individu yang kritis, hingga ancaman terselubung yang membuat banyak orang memilih diam. Akibatnya, upaya pemberantasan Mafia ilegal di daerah menjadi setengah hati karena banyak saksi enggan berbicara.
Mereka yang Berani Bicara, Ditekan Secara Sistematis
Beberapa aktivis dan warga yang mencoba melaporkan keberadaan aktivitas ilegal atau aktivitas distribusi di pelabuhan-pelabuhan tikus mengaku mendapat tekanan sosial bahkan ancaman halus.
Awalnya dikira dukungan masyarakat kuat. Tapi makin lama, makin banyak yang menjauh. Rupanya mereka ditekan lewat jalur kekerabatan dan pertemanan. Itulah kerja nyata para ‘humas’ mafia,”
Strategi ini terbukti efektif. Dengan memanfaatkan jaringan sosial dan kedekatan emosional, para pelindung bisnis ilegal bisa meredam kritik tanpa harus mengeluarkan kekerasan fisik. Diam-diam, tapi mematikan.
Seruan untuk Aparat: Jangan Biarkan Mafia Menguasai Opini Publik
Fenomena “humas mafia” menjadi alarm serius bagi penegak hukum. Sebab jika kejahatan sudah mampu membentuk sistem komunikasi sosialnya sendiri, maka penindakan hukum tidak lagi cukup dilakukan dengan razia dan penangkapan semata.
Diperlukan keberanian aparat untuk menelusuri siapa yang berada di balik kendali informasi ini siapa yang mengatur agar masyarakat diam, siapa yang menekan agar pelaporan tidak sampai ke meja hukum.
Negara ditantang tidak boleh kalah oleh organisasi bayangan yang hidup dari ketakutan rakyatnya sendiri,
Ketika Kebenaran Dibungkam, Hukum Jadi Formalitas
Pada akhirnya, keberhasilan mafia ilegal bukan karena kecerdikan menyembunyikan barang, tapi karena keberhasilan mereka membungkam suara nurani masyarakat. Mereka membangun kekuasaan dari diamnya orang banyak dari ketakutan, rasa sungkan, dan kompromi sosial yang menormalisasi kejahatan.
Sampai kapan hal ini dibiarkan, hanya waktu dan keberanian aparat yang bisa menjawabnya. Sebab setiap kali hukum tertidur, yang bangun justru para “humas bayangan” turun gunung menjaga kepentingan tuannya, sementara keadilan perlahan kehilangan suara.












