Minggu, Juli 6, 2025
spot_img
BerandaKepriBatamPT DTL Korban Diskriminasi Kebijakan Atas Lahan Oleh Kepala BP Batam; Purajaya...

PT DTL Korban Diskriminasi Kebijakan Atas Lahan Oleh Kepala BP Batam; Purajaya vs Grand Mercue

LAM Kepri Surati Presiden Pertanyakan Perlakuan BP Batam Atas Pengusaha Melayu

Daulatkepri.com] Direktur PT Dani Tasha Lestari (DTL) meminta kepada Menteri Koordinator Perekonomian cq Kepala BP Batam agar diperlakukan sama dengan pengguna lahan lain, salah satu contoh PT Rarantira Batam, pemilik dan pengelola Grand Mercure yang baru saja diluncurkan. Sebelumnya, Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepri telah menyurati Presiden RI Prabowo Subianto, meminta perlakuan yang sama ditarapkan pada pengusaha Melayu.Selasa (17/06/2025).

”Terlepas dari apa penyebab pencabutan alokasi lahan, tetapi beberapa kasus yang menimpa pengusaha lain, setelah alokasi lahan dibatalkan secara resmi, setahun atau dua tahun kemudian faktanya pembatalan alokasi lahan tersebut bisa dicabut dan pengusaha Kembali mengelola lahannya,” kata Direktur PT DTL, Megat Rury Afriansyah, kepada wartawan, di Batam, Selasa, 7/6/2025.

Diskriminasi kebijakan ini, disinyalir sengaja diperlakukan terhadap pengusaha Melayu di tanahnya sendiri, karena menurut Rury Afriansyah, terhadap pengusaha hotel yang lain tidak diperlakukan kebijakan seperti yang dialaminya. ”Pengusaha lain diberi kesempatan meski telah menelantarkan tanah 6 tahun lebih, tetapi kami telah membangun hotel bernilai investasi ratusan miliar, dan telah mendatangkan devisa negara, hanya karena telat bayar (Uang Wajib Tahunan disingkat UWT) 11 bulan, dicabut dengan surat pemberitahuan saja,” ucap Rury Afriansyan.

Bukan itu saja, dengan nada gemetar Rury Afriansyah memelas, menyebut pihaknya kehilangan tanah, bangunan dan fasilitas hotel mewah. ”Hotel yang telah berjasa untuk provinsi ini, dan dibangun dengan keringat putra daerah, putra Melayu, orang tua kami Zulkarnain Kadir, tanpa dasar hukum, dirobohkan oleh pengusaha lain, dan dilindungi pula oleh BP Batam saat terjadinya perobohan,” katanya.

Dalam penelusuran media ini, PT Rarantira Batam memiliki lahan 1 hektar di jantung kota, kawasan Batam Center. Di atas lahan itu kini telah berdiri megah Hotel Grand Mercure, yang baru saja melakukan peluncuran (Grand Launching) pada dua pekan lalu. Lahan 10.000 meter persegi tempat berdirinya hotel Grand Mercure diperoleh pada tahun 2000. Hingga 2016 tidak ada pembangunan, sehingga lahan di pusat kota itu dinilai sebagai lahan yang dikuasai spekulan.

Pada 04 November 2016, BP Batam membatalkan alokasi lahan milik PT Rarantira Batam melalui Surat Keputusan (SK) Kepala BP Batam nomor: 234 tahun 2016 tentang Pembatalan Pengalokasian, Penggunaan Dan Pengurusan Tanah Atas Bagian-Bagian Tertentu Daripada Tanah Hak Pengelolaan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Batam serta surat nomor B/2920/A3/LH.02/11/2016 perihal Pembatalan Alokasi Lahan. Pembatalan itu dicantumkan dalam publikasi advertensi di media cetak pada 11 November 2016.

Setahun kemudian, perusahaan itu menyurati Presiden dan Menko Perekonomian agar memberi kesempatan PT Rarantira Batam membangun hotel mewah yang telah direncanakan sejak 2015. Akhirnya BP Batam memberi kesempatan dan mencabut pembatalan alokasi lahan hamper 2 tahun kemudian. PT Rarantira Batam diberikan kesempatan menyampaikan proposal dan rencana bisnis yaang kemudian seluruh hasilnya dituangkan dalam Berita Acara Penyampaian Proposal dan Rencana Bisnis yang ditandatangani bersama oleh pihak PT Rarantira Batam dan BP Batam pada tanggal 21 Desember 2017.

Selanjutnya, dalam historis alokasi lahan Grand Mercure, BP Batam melalui surat nomor B-988/A3/KL.02.00/05/2018 pada 08 Mei 2018, menyampaikan kepada PT Rarantira Batam tentang Pemberitahuan Persetujuan Penggunaan Lahan dan mengeluarkan Surat Keputusan Kepala BP Batam Nomor 22 Tahun 2018 tentang Pencabutan Keputusan Kepala BP Batam Nomor 234 Tahun 2016.

LAM Kepri Menyurati Presiden Tentang Kasus Purajaya

Sebelumnya, pada 16 Desember 2024 lalu, ternyata LAM Kepri telah menyampaikan masalah Purajaya kepada Presiden RI Prabowo Subianto, melalui surat yang ditandatangani oleh H Abdul Razak AB sebagai Ketua LAM Kepri dan H Raja Alhafiz SE sebagai Sekretaris LAM Kepri. Dalam surat itu LAM Kepri meminta Presiden RI agar tidak memberikan ruang terhadap diskriminasi kebijakan. LAM Kepri mengingatkan bahwa korban diskriminasi kebijakan adalah pengusaha Melayu di negerinya sendiri.

”Terhadap pembatalan tersebut, pihak PT Rarantira Batam menempuh proses seperti yang dilakukan oleh Datok Megat Rurry Afriansyah, di mana PT Rarantira Batam juga diberikan kesempatan berdasarkan Perka nomor 27 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pengalokasian Lahan untuk dapat memanfaatkan kembali alokasi yang telah dibatalkan oleh BP Batam,” kata LAM Kepri dalam surat kepada Presiden RI Prabowo Subianto.

”PT Rarantira Batam diberikan kesempatan menyampaikan proposal dan rencana bisnis yaang kemudian seluruh hasil pertemuan itu ditaungkan dalam Berita Acara Penyampaian Proposal dan Rencana Bisnis yang ditandatangani bersama oleh pihak PT. Rarantira Batam dan BP Batam pada tanggal 21 Desember 2017. Selanjutnya BP Batam membatalkan pencabutan lahan, tetapi terhadap Rury Afriansyah, tidak diperlakukan hal yang sama. Apakah karena Sdr Rury Afriansyah adalah pengusaha Melayu, kami masih tak dapat membayangkan jika itu yang terjadi,” tanya seorang pengurus LAM Kepri saat menyampaikan masalah itu di Komisi VI DPR RI dalam RDPU beberapa waktu lalu.

Redaksi.

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments